Tuhan, sudikah Engkau bercengkrama lagi denganku malam ini? Malam ini rasanya aku sudah tidak terlalu emosi, aku mampu berfikir dengan sedikit lebih jernih, dan semoga tidak bercampur dengan air mata lagi…
Tuhan, rasanya aku melihat sedikit bagian dari masa depanku. Aku mohon tolong ingatkan jika aku melihat sesuatu yang salah Ya Tuhan. Aku melihat aku ada di kampungku bersama dengan anak2 itu, berkumpul dengan mereka dan saling berbicara tentang mimpi2 mereka. Mimpi2 yang selama ini belum pernah mereka ungkapkan kepada orang lain bahkan kepada orang tua mereka. Sebelumnya aku bercerita tentang Riyanni Djangkaru seorang presenter acara petualangan di salah satu stasiun TV di negriku, aku mengatakan kepada mereka “seandainya ketika aku kecil sudah ada seseorang seperti dia dan acara TV yang seperti saat ini, mungkin aku akan bercita-cita ingin menjadi presenter seperti dia. Dia bisa mengunjungi seluruh tempat2 indah di negri ini dan menyampaikan itu kepada seluruh warga negri, betapa itu adalah satu pekerjaan mulia menyadarkan kita bahwa negri kita memiliki anugrah luar biasa dari Tuhan, yang tentunya harus kita syukuri dengan cara menjaganya”. Ah Tuhan, aku sudah melihat sedikit sorot antusiasme dari mata2 mereka, anak2 di sekolah2 kampung itu. Lalu aku melanjutkan bercerita tentang keberhasilan seorang Bob Sadino sebagai seorang petani yang penampilannya gak kotor dan tidak melulu harus berlumpur karena dia bertani dengan ilmu, juga tentang Anne Avantie dengan bisnis kebayanya, juga tentang Yunna Tan seorang pebisnis roti dan bakery atau Sonny Haji pemilik bisnis bakso paling terkenal di provinsi tempat kami tinggal. Aku juga menyampaikan bahwa ada banyaaaaak sekali profesi2 yang ada di bumi ini yang mungkin mereka tidak tahu selain hanya guru, dokter, polisi, pilot, masinis, nahkoda atau bahkan PNS yang di kampung kami itu disebut sebagai profesi. Aku bercerita lebih banyak lagi tentang contoh2 profesi yang aku harap cukup membuat mereka tertarik untuk mencari tahu dan bisa memancing mereka untuk “berani bermimpi” tentang keinginan mereka menjadi apa di masa depan.
Di lain hari kami beramai2 mengerjakan ketrampilan tangan mulai dari membentuk bermacam2 bentuk gerabah dari tanah liat yang mereka cari sendiri dari sumber2 yang semakin sedikit jumlahnya itu, kemudian ada juga yang menyulam, menjahit, membuat lampion dr kertas, tas2 dari kertas kalender, membuat peta dan hiasan dinding dari koran2 bekas, membuat kerajinan tangan dari pelepah pisang kering, memahat bambu menjadi hiasan dinding dan lain2. Kami menjadwalkan ini rutin setiap 2 minggu sekali.
Di lain hari lagi, kami berkelompok2 untuk memainkan permainan tradisional yang dulu sering aku mainkan bersama teman2 kecilku namun sekarang sudah semakin menghilang. Kami bermain gobak sodor, bentengan, patok lele, samberan, bola kasti dan lain lain. Oh Tuhan, aku baru menyadari bahwa semua permainan itu sangatlah berperan besar dalam proses pendidikan dini. Semua permainan itu mengajarkan kami akan pentingnya kerjasama, kekuatan, keuletan, strategi, dan kreatifitas yang tinggi karena di tengah keterbatasan kami harus mengoptimalkan semua ide untuk menyediakan segala prasarana untuk kami bermain. Kami memanfaatkan bambu tak terpakai, kami memanfaatkan kayu untuk membuat garis, kami memanfaatkan pucuk2 daun sebagai alat untuk bermain (aku lupa nama permainannya apa he2), dan kami juga memanfaatkan kertas kertas bekas untuk membentuk bola kasti. Dan yang pasti kami ingin memenangkan setiap pertandingan, yah kami ingin menjadi pemenang. Dan akhirnya kami semua kelelahan, berkeringat, namun kami semua tertawa bahagia. Kami juga menjadwalkan ini 2 minggu sekali.
Di sela2 itu semua Tuhan…aku juga berkumpul dengan para orang tua mereka. Aku menyampaikan niatku kepada mereka. Aku menyampaikan kegelisahanku kepada mereka. Aku menyampaikan pengalaman2ku selama ini dan pelajaran2 apa yang aku terima dan aku ambil dan ingin aku dedikasikan kepada anak2 di kampungku. Aku adalah anak yang lahir dan besar di kampung yang sama dengan anak2 mereka. Aku juga bersekolah di sekolah yang sama dengan anak2 mereka, diajar oleh guru2 yang sama. Jika aku pernah diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk menikmati rezeki yang luar biasa selama ini, maka sekarang adalah saatnya aku berbagi kepada mereka, bahwa anak2 mereka juga pasti layak mendapatkan sesuatu melebihi dari apa yang aku dapatkan. Aku tidak ingin mengajari mereka namun hanya sedikit mengingatkan bahwa tantangan untuk anak2 di era saat ini sangatlah berat dibandingkan dengan masa2 aku kecil. Anak2 harus berjuang di tengah maraknya pornografi, konsumerisme, dan tidak siapnya pemerintah dalam menyediakan pendidikan yang benar2 patut bagi mereka. “
Lalu apa yang harus kami lakukan?” Tanya mereka. “
Mari kita bersama2 bergandengan tangan, ada saya, bapak ibu sekalian, bapak ibu guru, dan bapak-ibu pensiunan guru2, pak ustad, pak lurah dan semua yang ada di kampung ini kita bersama2 melakukan yang terbaik untuk anak2 kita” jawabku dengan tersenyum dan berharap penuh. “
Saya tidak akan tinggal disini sepenuhnya, karena suami saya tidak tinggal disini tapi insyaAllah saya berjanji untuk mendampingi hingga semua ini berjalan dengan baik”.
Setelah itu Tuhan, kami bersama2 mendirikan perpustakaan, kami menyumbang berapapun semampu kami untuk mengisi perpustakaan itu. Kami juga menyediakan satu papan koran di salah satu lokasi strategis, sehingga anak2 sekolah, bapak ibu dan siapapun bisa membaca koran setiap hari tanpa harus berlangganan sendiri. Dan itu semua dikelola oleh anak2 pemuda pemudinya.
Kami juga mengadakan pertemuan rutin bulanan untuk sekedar berbagi informasi khususnya dengan ibu2, dan kami menyebut ini sebagai forum sekolah ibu. Ibu memiliki peran yang sangat-sangat penting, sehingga harus selalu mengupdate pengetahuan untuk sedikit mengimbangi anak2 mereka berpacu dengan kemajuan jaman. Aku berharap dari forum ini akan ada ide2 usaha kecil yang bernilai ekonomi sehingga dapat menambah penghasilan bagi mereka.
Tuhan, aku tidak ingin melakukan ini sebagai pelampiasan keinginan sesaat saja. Aku ingin ini dapat berjalan dengan baik sehingga sedikit memberikan alternatif kegiatan dan konsentrasi anak2 itu yang selama ini telah dikuasai oleh TV (sinetron), internet (facebook), HP (sms dan video), film2 dari VCD bajakan, pacaran, nongkrong dan acara lain yang tidak cukup bermanfaat bagi kehidupan mereka.
Oh ya, hal penting yang menjadi harapanku adalah bahwa mereka, anak-anak itu, dapat menemukan mimpi2 mereka yang tidak melulu harus lewat sekolah formal namun harus sesuai dengan hati, minat, dan bakat mereka. Membiarkan mereka memilih masa depan mereka sehingga bisa profesional dalam menuntut ilmu dan menjalankan pekerjaan mereka kedepannya. Itu semua untuk kehidupan yang lebih baik, dan untuk negriku yang lebih baik.
Aku menginginkan ada upaya membangun
integrated education system yang melibatkan
seluruh stake holders mulai dari anak-orang tua-guru-dan seluruh masyarakat. Aku berharap ini akan berjalan dengan baik, dan berhasil sehingga bisa menjadi satu format program bagi kampung2 yang lain, sehingga semakin banyak anak2 yang “terselamatkan” dari dunia kapitalis yang ada saat ini.
Edisi BERMIMPI
Groningen, 3 Maret 2011, 11.50 pm