Kamis, April 10, 2008

Sungai Kita..








”Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya…....…”Q.S. AlBaqarah: 25.


Sudah lama bertanya2 mengapa ya di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam tapi bangsanya tidak bersih dan arif terhadap lingkungan? Mulai dari sungai2 yang kotor, masalah sampah kota yang berulang kali bermasalah seperti di Jkt, Surabaya dan terakhir di Bandung dan juga masalah2 gunung yang gundul, banjir dimana2, pembalakan hutan secara liar sehingga menimbulkan implikasi yang sangat membuat miris membayangkan bagaimana kehidupan generasi berikutnya. Minyak bumi yang semakin menipis, ozon yang semakin tipis, laut yang semakin tidak bersahabat, bumi yang juga semakin sering bergolak, udara yang tercemari adalah beberapa hal yang sangat patut dipertimbangkan saat ini.

Menurut guru ngajiku waktu kecil, salah satu esensi sholat yang terkait dengan hal ini adalah mendisiplinkan kita di dalam kebersihan. So seharusnya Islam identik dengan bersih. Tetapi menilik kondisi sungai2 kita, sebaiknya kita bertanya lagi, apakah benar kita sudah ’bersih (=menjalankan ajaran Islam dengan benar)’??

Ketika bicara ’lingkungan kotor’, umumnya kita akan langsung berfikir kepada masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai ataupun masyarakat di pasar. Gak jarang kita lupa untuk melihat ke diri sendiri.
”Aku sudah membuang sampah pada tempatnya” atau ”Aku tidak membuang sampah di sungai”, itu adalah jawaban atau pernyataan umum yang sering kita ungkapkan ketika membahas ttg kebersihan sungai.

Tapi pernah tidak kita berfikir bahwa ketika kita membuang sampah ’pada tempatnya’, belum tentu juga sampah itu tertangani dengan benar? Alias sampah2 kita hanya menumpuk di TPS or TPA? Alias masih tetap ada kemungkinan sampah kita tercecer ketika dalam perjalanan menuju TPS or TPA?

Itu bagi yang membuang sampah sudah ’pada tempatnya’, bayangkan jika sebagian besar kita masih juga membuang sampah tidak pada tempatnya. ”Yah, ini cuma bungkus permen, tidak akan ngaruh juga!”, dan besoknya ”Yah, ini Cuma satu gelas air mineral kemasan, sekali2 tidak apa2lah” dan besoknya lagi ”Gakpapa kita buang di sini, toh nanti akan ada petugas-yg sudah dibayar-yang akan membersihkannya” dan lagi dan lagi.....................Jangan heran jika hal ini bukan dilakukan oleh orang awam atau yang kurang pendidikan, tetapi banyak dilakukan oleh aparat pemerintah, polisi, guru, dosen, pegawai, mahasiswa dan sebagian besar masyarakat kita, dan dilakukan di keseharian kita dan juga dalam event2 seminar bahkan seminar pendidikan!
Jadi jangan salahkan juga jika sebagian saudara kita yang tinggal di pinggiran sungai mereka membuang mulai dari ’LIMBAH’ biologi hingga limbah rumah tangga. Mereka toh mungkin sudah tidak sempat untuk memikirkan tentang ’KEBUTUHAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN=SUNGAI’, karena untuk memikirkan ’KEBUTUHAN PAPAN SANDANG PANGAN’ saja sudah menguras banyak energi.

Belum lagi, limbah yang dihasilkan oleh industri baik kecil atau besar yang di buang langsung ke sungai, entah sudah melewati proses pengolahan dengan benar atau tidak. Entah mana yang paling besar berkontribusi terhadap kondisi ini, namun yang pasti kenyataan yang kita punya sekarang adalah banyak SUNGAI DENGAN WARNA KELAM, PENUH DENGAN SAMPAH, BAU, BERBUSA yang tentunya jauh sekali dari fungsinya sebagai salah satu penyedia air bersih bagi kita. Bahkan ada yang menyebut sungai ciliwung juga sbg WC terpanjang di dunia. Fungsi sungai sebagai sarana transportasi masih dapat kita jumpai, walo khusus utk di Jakarta ketika kita naik getek untuk menyeberang, sometimes kita perlu untuk menutup hidung karena bau, dan juga tidak ada keindahan sungai yang dapat dinikmati. So sangat tidak ’manusiawi’ kalau kita membandingkan dg sungai di kota2 besar lain seperti sungai Rhein atau Rideau di Ottawa.

Apakah ini profil bangsa yang selalu kita cita2kan? Yang terdiri dari umat beragama? Yang mengaku beriman? Yang selalu mengatakan ingin masuk surga-Nya ketika kita kembali pulang suatu saat nanti. Dan jikalau kita mau untuk bersama2 introspeksi diri ttg hal ini, dan ’berani’ untuk mengakui bahwa kita juga telah melakukan kesalahan dalam kelalaian & kebelummampuan menjaga sumber karunia Tuhan, mgkn ada hal2 yg bisa mulai kita lakukan dari sekarang dan tidak melemparkan tanggung jawab hanya kepada pemerintah atau orang lain. Yuukkss....!!!

-Sbg yg awam, merujuk ke ayat2 Al Quran surah Al Baqarah & Ali Imran yang menggambarkan sungai2 abadi bagi penghuni surga, aku jadi wonder, karena kalaupun aku bisa masuk surga maka jangan2 sungai2 itu pulalah yang akan aku temui nanti di surga-Nya karena aku juga punya kontribusi untuk itu:-/-

2 komentar:

Vita mengatakan...

Dalem banget, Jeng. double thumbs up for you. Emang bener, kadang kita ngerasa lebih bener dari org lain, merasa lebih baik dr orang2 girli yg jadi kambing hitam kotornya sungai2 kita. Ngga cuman sungai sih, tapi lingkungan sekitar kita. Mulai dari hal kecil sperti yg sampeyan bilang, buang sampah pada tempatnya. kalo org2 di jepang ato di eropa bisa melakukannya, kenapa kita tidak??

Arie mengatakan...

Maksudnya gak sedalem sungainya kan jeng? coz udah banyak sampah di dalemnya he2:-/

Menurutku tidak ada yg tidak mungkin di dunia ini, seberat apapun itu utk dimulai...(wuii ngomongnya az yg gampang yach..he2)